| Foto : By Sompis |
Jalannya Diskusi
Pada diskusi kali ini nara sumber mengajak peserta diskusi untuk mengenal kembali anatomi penganggaran APBD, dimulai dari model Penyususunan APBD, yaitu proses Teknokratik, Partisipatif serta proses politik. Tahapan penyususunan Perda APBD secara teknokratik dimulai dari Pembentukan tim TAPD, Penyusunan Rancangan KUA (Kebijakan Umum Anggaran), Dokumen KUA APBD, penyusunan Rancangan PPAS (Plafon prioritas anggaran sementara) menjadi dokumen PPAS kemudian dilanjutkan Penyusunan RKA (Rencana Kerja Anggaran) SKPD. Tahapan penyusunan APBD secara proses partisipatif yaitu dari proses Musrenbangkot, Public hearing, konsultasi public dan sosialisasi. Pada proses politik diantaranya ada pokok-pokok pikiran DPRD, Pembahasan melalui Banggar dan Komisi, ada kesepakatan politik, serta legitimasi regulasi (Perda/Perwali). Pada struktur APBD terdiri dari pendapatan dan belanja (langsung dan tidak langsung) serta Pembiayaan. Sumber-sumber Pendapatan terdiri dari Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) komposisinya antara lain dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah. Dana Perimbangan (terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK)) serta Lain – lain Pendapatan Daerah yang sah (Dana Bagi Hasil Pajak dari Pemerintah dan Pemda Lain, Dana Penyesuaian Otonomi Khusus). POS-POS BELANJA APBD diantaranya adalah Belanja Tidak langsung yang terdiri dari Belanja Pegawai, Belanja Bunga, Belanja Hibah, Belanja Bansos dll, dan Belanja langsung diantaranya adalah Belanja Modal, belanja Barang dan Jasa, Belanja Pegawai dll. Untuk POS PEMBIAYAAN diantaranya adalah Pembiayaan Penerimaan yang terdiri dari penerimaan Pinjaman bergulir, Penerimaan Pinjaman dan obligasi daerah dan Penerimaan SILPA. Selanjutnya ada Pembiayaan Pengeluaran yang terdiri dari Pengeluaran Pembiayaan Penyertaan Modal, Pembiayaan Pembayaran Pokok Utang dan Pembiayaan Pengembalian kepada pihak ketiga.
Pada diskusi tersebut isu yang mencuat yaitu pada besarnya prosentase anggaran yang digunakan untuk gaji pegawai (60 %) lebih, dibelanja tidak langsung, belum ditambah untuk honor dan ATK untuk PNS,di belanja langsung, sehingga nilainya ditotal bisa menjadi 70% APBD habis hanya untuk gaji, honor, ATK PNS. Inilah salah satu ketidakadilan kuota anggaran dalam APBD, sisanya baru untuk infrastruktur, masyarakat teritori, sehingga untuk masyarakat sektoral hanya mendapatkan ampasnya saja atau bahkan tidak kebagian. Oleh karena itu semua usulan yang mati-matian diusulkan oleh kelompok sektoral yang dimulai dari DKT sektoral dengan SKPD akan hilang diproses Musrenbangkot, atau tahapan berikutnya, dan yang lebih mengecewakan lagi tidak semua SKPD melakukan DKT dengan kelompok sektoral yang dilayaninya, padahal Perwali Kota Surakarta No. 27 A Tahun 2010 tentang Juklak Juknis Musren, sudah jelas mengaturnya akantetapi sayang tidak ada sanksi tegas kepada SKPD yang tidak mengadakan DKT. Oleh karena itu perlu kedepan perlu didorong untuk perbaikan pembagian kuota anggaran yang lebih adil, sehingga dalam proses perencanaan partisipatif masyakat akan lebih dinamis karena ada kejelasan anggaran yang diperjuangkan dan tentunya akan menjawab fungsi APBD ; mensejahterakan masyarakat mikin.Semoga (Es.)
Pada diskusi tersebut isu yang mencuat yaitu pada besarnya prosentase anggaran yang digunakan untuk gaji pegawai (60 %) lebih, dibelanja tidak langsung, belum ditambah untuk honor dan ATK untuk PNS,di belanja langsung, sehingga nilainya ditotal bisa menjadi 70% APBD habis hanya untuk gaji, honor, ATK PNS. Inilah salah satu ketidakadilan kuota anggaran dalam APBD, sisanya baru untuk infrastruktur, masyarakat teritori, sehingga untuk masyarakat sektoral hanya mendapatkan ampasnya saja atau bahkan tidak kebagian. Oleh karena itu semua usulan yang mati-matian diusulkan oleh kelompok sektoral yang dimulai dari DKT sektoral dengan SKPD akan hilang diproses Musrenbangkot, atau tahapan berikutnya, dan yang lebih mengecewakan lagi tidak semua SKPD melakukan DKT dengan kelompok sektoral yang dilayaninya, padahal Perwali Kota Surakarta No. 27 A Tahun 2010 tentang Juklak Juknis Musren, sudah jelas mengaturnya akantetapi sayang tidak ada sanksi tegas kepada SKPD yang tidak mengadakan DKT. Oleh karena itu perlu kedepan perlu didorong untuk perbaikan pembagian kuota anggaran yang lebih adil, sehingga dalam proses perencanaan partisipatif masyakat akan lebih dinamis karena ada kejelasan anggaran yang diperjuangkan dan tentunya akan menjawab fungsi APBD ; mensejahterakan masyarakat mikin.Semoga (Es.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar