Pada Hari Selasa Senin, tanggal 19 November 2012 menjadi diskusi yang menarik, yang pertama ada anggota Dewan dari Komisi III DPRD kota Solo mau berdiskusi atas inisiatif pribadi bapak Amin dari fraksi PAN dan anggota komisi III. Yang kedua dari diskusi tersebut memang terlihat bahwa arus pemikiran wakil rakyat dan pemerintah kota dalam hal ini DPP (Dinas Pengelola Pasar) hampir sama memandang PKL (Pedagang Kaki Lima) masih sebagai sumber masalah yang harus ditanggulangi. dan ketiga dari diskusi tersebut bisa menjadi ruang untuk bertukar sudut pandang APS dan Sompis dengan wakil rakyat, bahwa PKL bukan kriminal yang harus ditanggulangi dan dilarang tumbuh di kota Solo, justru PKL adalah pioner-pioner enterpreneur yang bisa bertumbuh kembang menjadi besar dan menggerakan roda ekonomi negara.Perda PKL no 3 tahun 2008 sangat tidak adil dan manusiawi.
![]() |
| Suasana Diskusi |
Dari kajian bersama ini Aliansi Pedagang Kaki Lima
(APS) bersepakat untuk menolak Perda tersebut dan mendesakan revisi perda no.3
tahun 2008 kepada Pemerintah kota dan DPRD kota Solo karena Perda tersebut
tidak mencerminkan aspirasi PKL dan tidak memenuhi hak EKOSOB karena perda No.
3 tahun 2008 tidak mengakui identitas PKL, tidak ada penghormatan terhadap PKL
dan tidak melindungi PKL.
Adapun poin yang mengemuka dari pengkritisan isi
perda tersebut adalah di mulai dari nama atau judul perda tersebut. Dari nama
perdanya saja tidak ada penghargaan
untuk pelaku PKL yaitu perda pengelolaan PKL, istilah “pengelolaan” ini diidentikan
para PKL sama dengan “pengelolaan
sampah”. Olehkarena itu kalangan PKL mengususulkan untuk diganti dengan
pemberdayaan. Pada poin menimbang Perda tersebut tidak menyertakan
Undang-undang diatasnya seperti UUD 1945 pasal pasal 27 ayat (2), “Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”, dan APS menambahkan
poin menimbang yatu penambahan Undang-undang HAM no. 39 tahun 1999 pasal 38
tentang Hak atas kesejahteraan serta Undang-undang No. 9 tentang Usaha kecil.
Pada BAB III pada poin penataan tempat usaha pasal 4 ayat (1) dan (2) tentang kewenangan walikota
untuk menetapkan, memindahkan dan menghapus lokasi PKL diusulkanuntuk diganti
atau dihapus karena kekuasaan walikota sangat tak terbatas dan otoriter, dan
BAB IV pasal 6 tentang ketentuan ijin penempatan dan syarat-syarat permohonan
ijin penempatan PKL harus melewati birokrasi yang panjang melalui ijin tertulis
walikota dan berlaku hanya satu tahun.
Pasal yang paling krusial lainnya diantaranya
persayaratan menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL) di kota Solo harus ber-KTP (Kartu
tanda Penduduk) kota Solo. Ini poin pasal yang sangat diskriminatif juga berindikasi
melanggar Undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM) No. 39 Tahun 1999 Pasal 27 ayat
(1) : Setiap warga negara Indonesia berhak secara bebas bergerak, berpindah
dan bertempat tinggal dalam wilayah negara republik Indonesia. dan
Perda ini juga akan mengkriminalisasikan Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan poin
pasal pelarangan jual beli masyarakat dengan Pedagang kaki Lima (PKL) di lokasi
yang dilarang untuk PKL. serta sanksi yang sangat berat bagi Pedagang kaki Lima
(PKL) maupun masyarakat, seperti tersebut pada Pasal 5 yang berbunyi : Setiap
orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan Pedagang Kaki Lima (PKL)
pada fasilitas – fasilitas umum yang dilarang digunakan untuk tempat usaha atau
lokasi usaha PKL, dan pasal 6 ayat
(1) : Setiap Orang yang melakukan usaha
PKL pada fasilitas umum yang ditetapkan dan dikuasai oleh Pemerintah daerah
wajib memiliki ijin penempatan yang dikeluarkan oleh Walikota. Dan pasal sanksi pada pasal 16 ayat (1) : Setiap
orang yang melanggar ketentuan pasal 5, pasal 6 ayat (1) dalam peraturan daerah
ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan / atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pada BAB VIII tentang ketentuan penyidikan pasal 15
dimana pelaku PKL maupun masyarakat yang melakukan jual beli akan disidik oleh
Pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah yang diberi
wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana.
Apa
bahayanya pasal ini? Pasal ini akan berpotensi mengkriminalisasi usaha jual
beli baik pelaku PKl ataupun masyarakat yang menggunakan jasa PKL. Ketika orang
mau membeli es teh ke PKL, sanksinya kedua-duanya akan mendapatkan sanksi
kurungan selama tiga bulan dan atau denda Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).
