Entri Populer

Selasa, 12 Maret 2013

Mediasi tersumbat, Pisang jadi Alat Sambat



Lapsus Espos(Senin wage,  11/3/2013). 

Nama jalan itu Ir.juanda. Lokasinya sangat strategis lantaran berada di pintu gerbang masuk Kota Solo dari timur. Namun hampir setahun ini, aspal jalan dari arah timur ke barat sepanjang 2 Km ambles. Meski berulangkali ditumpuki aspal, akantetapi tetap saja bekas galian itu ambles. Alhasil, jalan itu serasa  kian menyempit  lantaran pengguna jalan enggan melintasi sisi utarav jalan raya yang ambles tersebut. “Kasus itu persis seperti yang terjaadi di Jl. Perintis kemerdekaan dan KH Agus Salim Purwosari. Belum genap tiga bulan masyarakat menikmati jalan mulus, kini kondisinya sudah rusak lagi gara-gara bekas galian yang ditutup seenaknya,’kata Ismu j Wijarto, salah satu pengayuh becak Solo saat berbincang dengan Espos, pekan lalu. Sebagai penarik becak, Ismu yang aktif di Solidaritas Masyarakat Pinggiran Surakarta (Sompis) itu merasakan betul susahnya melintasi jalan rusak. Selain mempercepat kerusakan becak yang menjadi sumber  penghasilan satu-satunya, jalan yang berlubang juga juga bisa membahayakan keselamatan penumpang.”Maka tak heranbanyak warga yang mememasang pot bunga, hingga menanam pohon pisang di jalan yang rusak itu. Maksudnya agar pengguna jalan tahu bahwa ada jalan membahayakan”, terangnya. Menuut pegiat Konsorsium Monitoring dan Pemberdayaan institusi Publik (KOMPIP) Solo Eko Setiawan, penanaman pohon pisang , pot bunga atau media laainnya di jalan berlubang adalah bentuk ekspresi warga dalam menyalurkan aspirasi mereka. Sebabn kata Eko, warga tak tahu lagi harus kemana mengadu. “Maka solusinya ialah menananam pohon pisang di jalan. Saya kira, itu cara yang paling gampang bagi orang kecil dalam menyuarakan aspirasi yang tersumbat.
Oleh Aris S. (Wartawan Solopos) 

Jumat, 01 Maret 2013

Sompis Dialog Multipihak Membahas Konsep Pemberdayaan Asongan



Suasana Diskusi
Harsono Ketua Pasker/Wapres Sompis
Pada hari Selasa, tanggal 26 Pebruari 2013, Pasker (Paguyuban Asongan Semangat Kerja), Sompis bersama Kompip mengahadiri undangan dari DPP (Dinas Pengelola Pasar), Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Solo serta TKPKD (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) membahas Konsep Penataan Asongan di Kota Solo. Ketua Pasker Harsono membuka dialog multipihak ini, dimana ia menyatakan bahwa profesi asongan adalah profesi tua yang ada sejak jaman majahpait hingga sekarang, yang dibutuhkan komunitas asongan sebenarnya tidak neko-neko yaitu pengakuan identitas komunitas asongan oleh pemerintah kota, dan perlindungan serta kenyamanan bekerja, dengan mengasong cukup dengan modal 100 ribu sampai 200 ribu sudah bisa jalan, untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kalau dilarang-larang kami harus makan dari mana? terangnya. Eko Setiawan dari Kompip solo menyatakan bahwa Pemerintah harus hati-hati dan cermat dalam membuat kebijakan terhadap sumber penghidupan kelompok marjinal khususnya asongan, sebab apabila menggunakan terminologinya de soto pilihan orang bekerja ada 3 pilihan yaitu formal, ekstra legal/informal (abu-abu) dan ilegal, ketika pilihan pertama tidak mungkin teraih tentu akan memilih di pilihan kedua yaitu pilihan ekstra legal atau informal menjadi asongan salahsatunya, dan apabila pilihan kedua ini masih dilarang-larang tidak memungkinkan mereka akan memilih pilihan ketiga kriminal. Ia mengkritisi pada pasal-pasal UU ataupun perda yang isinya hanya berisi larangan-larangan dan padahal negara kita juga memiliki Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) yang tidak pernah digunakan menjadi acuan yuridis diatasnya. Kepala DPP Drs.Subagyo, MM sebagai pihak pengundang menyatakan bahwa dalam DKT (Diskusi Kelompok Terbatas) Musrenbang dilaporkan ada sekitar 300 pedagang asongan yang ada di terminal, perempatan, pasar, SPBU dan lain-lain, dan acuan DPP ada 2 perda yang menjadi acuan yaitu perda pasar dan perda no. 3 tahun 2008 tentang PKL, sebab dari hasil hearing Sompis dengan ketua DPRD kota Solo beberapa waktu yang lalu karena asongan belum jelas menjadi wilayah SKPD mana dan ketua DPRD kota Solo YF.Sukasn menyatakan untuk sementara asongan menjadi wilayah dampingan SKPD DPP, padahal ditambah juga dalam Permendagri no. 41 tahun 2012 tidak disebutkan tentang pedagang asongan. Berbeda dengan asisten walikota ibu Eni menyatakan yang bertanggungjawab terhadap komunitas asongan adalah Dishubkominfo terutama UPTD terminal untuk asongan yang berada di Terminal. Dari Tim penanggulangan kemiskinan daerah (TKPKD) Semy samuel Rory menyatakan bahwa di tahun 1997 ada 697 asongan dan berkembang dinamis, ia mengusulkan untuk revisi perda PKL dan memasukan di bab berikutnya tentang asongan. Dari Kepala UPTD Terminal Jamila dari data yang masuk dari Pasker ada 293 anggota yang didaftarkan untuk dibuatkan KTA dan yang dibuatkan 261, dari UPTD Terminal menyatakan bahwa pembinaan komunitas ditangan UPTD terminal, dan untuk musrenbang dari Dishubkominfo, KTA yang diakomodasi adalah data asongan yang lama.
Dari pertemuan ini disepakati yang pertama harus ada pengakuan identitas asongan, dan perlu komitmen politik (perda) sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan, jangka menengah peretemuan ini akan disampaikan ke walikota dan jangka pendeknya akan ada pertemuan lanjutan antara Pasker, sompis dan Keala Dishubkominfo dengan kejelasan diperbolehkannya pedagang asongan bisa berjualan di terminal baru terminal tirtonadi bagian barat karena selama ini baru diperbolehkan berjualan di terminal Timur yang sepi tentunya akan berdampak pada kesejahteraan mereka kedepannya menjadi terancam.

Rabu, 13 Februari 2013

Sompis Advokasi Pedagang Selther Klitikan Notoharjo

Ditemui Kepala DPP dan Lurah Pasar Notoharjo
Selasa, 12 Februari 2013 Sompis menindaklanjuti aduan dari 2 Pedagang selther oprokan Notoharjo Pak Sagiman dan Mulyadi PKL Jl. Veteran yang sekarang direlokasi ke pasar selter klitikan Notoharjo, karena jarang menempati lokasi tempat selter di pasar Notoharjo, karena sudah diberi surat peringatan 2 kali akhirnya di hari kamis, 7 Februari 2013 lalu ijin penempatan dicabut oleh DPP. Dengan didampingi presiden Sompis, Gatot Subagyo, dan pengurus yang lain  menemui DPP, Sompis menguatkan argumentasi 2 pedagang tersebut, bahwa ada dua mindset yang berbeda antara Pemerintah Pemkot dan Sompis. Problemnya sebenarnya bukan di 2 pedagang tersebut semata, dan Pemerintah seharusnya tidak hanya mengacu pada kompensasi yang fisik semata, akan tetapi juga harus memikirkan juga bagaimana mengembalikan income sumber penghidupan mereka, minimal sama dengan lokasi awal sebagai PKL, Pedagang Notoharjo yang dulunya bedol desa dari PKL Banjarsari butuh 1 hingga 2 tahunan mereka jualan di jalan lagi demi menyambung hidup dimasa transisi yang butuh waktu yang tidak sebentar. Sebab  habitat PKL bukan di pasar, sehingga perlu dukungan serius dan pemkot dalam hal ini dukungan pada masa transisi hingga suasana pasar ramai pengunjungnya, tanaman saja apabila mau dipindah dari pot ke wadah yang lain harus butuh disirami dan dipupuk hingga bisa menyesuaikan dengan lingkungannya.

Dalam pertemuan tersebut, dari ketua paguyuban juga mendukung untuk mereka bisa kembali berjualan lagi, dan menghimbau kedua pedagang anggotanya tersebut untuk menghormati dan mengikuti aturan di paguyuban untuk menghidupkan pasar.
Pada akhir negosiasi tersebut akhirnya kepala DPP menerima permohonan kedua pedagang selter klitikan pasar notoharjo tersebut dengan syarat membuat surat pernyataan di atas materai enam ribu 1. Menyatakan tidak mengulangi kesalahan pertama.
2.Bersedia menempati dan berjualan sesuai perjanjian dengan paguyuban dan DPP.
3. Apabila dalam jangka satu bulan tidak berjualan, bersedia untuk mengembalikan tempat jualan di selter klitikan dengan sukarela.

Senin, 04 Februari 2013

Sompis Mengikuti DKT SKPD 2013

Pada bulan Januari 2013 ini, SKPD di Kota Solo mengadakan DKT (Diskusi Kelompok Terbatas) sektoral Musrenbang tahun 2013 yang mengundang kelompok paguyuban sektoral dampingannya. Seperti PKL dan Pedagang pasar dengan DPP(Dinas Pengelola Pasar), Pemulung dengan DKP, PRT, PSK dengan Dinsosnakertrans dan Bapermas serta Satpol PP. Dan masih menunggu undangan DKT dari Dishub, Disparta, DKK maupun Dispora. Dalam mengikuti DKT tahun 2013 kali ini sekaligus untuk mengecek hasil DKT tahun 2012 yang tertampung di APBD 2012, diantaranya yang sudah terlihat adalah usulan Paguyuban sekar asih di Dinsosnakertrans usulan Pembuatan Perda PRT dan pelatihan loundry dan bantuan mesin cuci/ kelompok, untuk DPP diantaranya peningkatan sarana & prasarana membuat saluran drainase di lokasi selther PKL timur Solo square usulan PKL RAS, penyeragaman KTA Paguyuban asongan terminal Tirtonadi (Pasker) dll.
Sompis mengikuti DKT di DKP

Sompis mengikuti DKT di Dinsosnakertrans

Sompis mengikuti DKT di DPP