Entri Populer

Jumat, 01 Maret 2013

Sompis Dialog Multipihak Membahas Konsep Pemberdayaan Asongan



Suasana Diskusi
Harsono Ketua Pasker/Wapres Sompis
Pada hari Selasa, tanggal 26 Pebruari 2013, Pasker (Paguyuban Asongan Semangat Kerja), Sompis bersama Kompip mengahadiri undangan dari DPP (Dinas Pengelola Pasar), Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Solo serta TKPKD (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) membahas Konsep Penataan Asongan di Kota Solo. Ketua Pasker Harsono membuka dialog multipihak ini, dimana ia menyatakan bahwa profesi asongan adalah profesi tua yang ada sejak jaman majahpait hingga sekarang, yang dibutuhkan komunitas asongan sebenarnya tidak neko-neko yaitu pengakuan identitas komunitas asongan oleh pemerintah kota, dan perlindungan serta kenyamanan bekerja, dengan mengasong cukup dengan modal 100 ribu sampai 200 ribu sudah bisa jalan, untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kalau dilarang-larang kami harus makan dari mana? terangnya. Eko Setiawan dari Kompip solo menyatakan bahwa Pemerintah harus hati-hati dan cermat dalam membuat kebijakan terhadap sumber penghidupan kelompok marjinal khususnya asongan, sebab apabila menggunakan terminologinya de soto pilihan orang bekerja ada 3 pilihan yaitu formal, ekstra legal/informal (abu-abu) dan ilegal, ketika pilihan pertama tidak mungkin teraih tentu akan memilih di pilihan kedua yaitu pilihan ekstra legal atau informal menjadi asongan salahsatunya, dan apabila pilihan kedua ini masih dilarang-larang tidak memungkinkan mereka akan memilih pilihan ketiga kriminal. Ia mengkritisi pada pasal-pasal UU ataupun perda yang isinya hanya berisi larangan-larangan dan padahal negara kita juga memiliki Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) yang tidak pernah digunakan menjadi acuan yuridis diatasnya. Kepala DPP Drs.Subagyo, MM sebagai pihak pengundang menyatakan bahwa dalam DKT (Diskusi Kelompok Terbatas) Musrenbang dilaporkan ada sekitar 300 pedagang asongan yang ada di terminal, perempatan, pasar, SPBU dan lain-lain, dan acuan DPP ada 2 perda yang menjadi acuan yaitu perda pasar dan perda no. 3 tahun 2008 tentang PKL, sebab dari hasil hearing Sompis dengan ketua DPRD kota Solo beberapa waktu yang lalu karena asongan belum jelas menjadi wilayah SKPD mana dan ketua DPRD kota Solo YF.Sukasn menyatakan untuk sementara asongan menjadi wilayah dampingan SKPD DPP, padahal ditambah juga dalam Permendagri no. 41 tahun 2012 tidak disebutkan tentang pedagang asongan. Berbeda dengan asisten walikota ibu Eni menyatakan yang bertanggungjawab terhadap komunitas asongan adalah Dishubkominfo terutama UPTD terminal untuk asongan yang berada di Terminal. Dari Tim penanggulangan kemiskinan daerah (TKPKD) Semy samuel Rory menyatakan bahwa di tahun 1997 ada 697 asongan dan berkembang dinamis, ia mengusulkan untuk revisi perda PKL dan memasukan di bab berikutnya tentang asongan. Dari Kepala UPTD Terminal Jamila dari data yang masuk dari Pasker ada 293 anggota yang didaftarkan untuk dibuatkan KTA dan yang dibuatkan 261, dari UPTD Terminal menyatakan bahwa pembinaan komunitas ditangan UPTD terminal, dan untuk musrenbang dari Dishubkominfo, KTA yang diakomodasi adalah data asongan yang lama.
Dari pertemuan ini disepakati yang pertama harus ada pengakuan identitas asongan, dan perlu komitmen politik (perda) sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan, jangka menengah peretemuan ini akan disampaikan ke walikota dan jangka pendeknya akan ada pertemuan lanjutan antara Pasker, sompis dan Keala Dishubkominfo dengan kejelasan diperbolehkannya pedagang asongan bisa berjualan di terminal baru terminal tirtonadi bagian barat karena selama ini baru diperbolehkan berjualan di terminal Timur yang sepi tentunya akan berdampak pada kesejahteraan mereka kedepannya menjadi terancam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar