 |
| Suasana Diskusi |
 |
| Harsono Ketua Pasker/Wapres Sompis |
Pada hari Selasa, tanggal 26
Pebruari 2013, Pasker (Paguyuban Asongan Semangat Kerja), Sompis bersama Kompip
mengahadiri undangan dari DPP (Dinas Pengelola Pasar), Dinas Perhubungan Komunikasi
dan Informasi (Dishubkominfo), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag)
Kota Solo serta TKPKD (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) membahas
Konsep Penataan Asongan di Kota Solo. Ketua Pasker Harsono membuka dialog multipihak
ini, dimana ia menyatakan bahwa profesi asongan adalah profesi tua yang ada
sejak jaman majahpait hingga sekarang, yang dibutuhkan komunitas asongan
sebenarnya tidak neko-neko yaitu pengakuan identitas komunitas asongan oleh
pemerintah kota, dan perlindungan serta kenyamanan bekerja, dengan mengasong
cukup dengan modal 100 ribu sampai 200 ribu sudah bisa jalan, untuk bisa
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kalau dilarang-larang kami harus makan
dari mana? terangnya. Eko Setiawan dari Kompip solo menyatakan bahwa Pemerintah
harus hati-hati dan cermat dalam membuat kebijakan terhadap sumber penghidupan
kelompok marjinal khususnya asongan, sebab apabila menggunakan terminologinya
de soto pilihan orang bekerja ada 3 pilihan yaitu formal, ekstra legal/informal
(abu-abu) dan ilegal, ketika pilihan pertama tidak mungkin teraih tentu akan
memilih di pilihan kedua yaitu pilihan ekstra legal atau informal menjadi
asongan salahsatunya, dan apabila pilihan kedua ini masih dilarang-larang tidak
memungkinkan mereka akan memilih pilihan ketiga kriminal. Ia mengkritisi pada
pasal-pasal UU ataupun perda yang isinya hanya berisi larangan-larangan dan
padahal negara kita juga memiliki Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) yang tidak
pernah digunakan menjadi acuan yuridis diatasnya. Kepala DPP Drs.Subagyo, MM sebagai
pihak pengundang menyatakan bahwa dalam DKT (Diskusi Kelompok Terbatas)
Musrenbang dilaporkan ada sekitar 300 pedagang asongan yang ada di terminal,
perempatan, pasar, SPBU dan lain-lain, dan acuan DPP ada 2 perda yang menjadi
acuan yaitu perda pasar dan perda no. 3 tahun 2008 tentang PKL, sebab dari
hasil hearing Sompis dengan ketua DPRD kota Solo beberapa waktu yang lalu
karena asongan belum jelas menjadi wilayah SKPD mana dan ketua DPRD kota Solo
YF.Sukasn menyatakan untuk sementara asongan menjadi wilayah dampingan SKPD
DPP, padahal ditambah juga dalam Permendagri no. 41 tahun 2012 tidak disebutkan
tentang pedagang asongan. Berbeda dengan asisten walikota ibu Eni menyatakan
yang bertanggungjawab terhadap komunitas asongan adalah Dishubkominfo terutama
UPTD terminal untuk asongan yang berada di Terminal. Dari Tim penanggulangan
kemiskinan daerah (TKPKD) Semy samuel Rory menyatakan bahwa di tahun 1997 ada
697 asongan dan berkembang dinamis, ia mengusulkan untuk revisi perda PKL dan
memasukan di bab berikutnya tentang asongan. Dari Kepala UPTD Terminal Jamila
dari data yang masuk dari Pasker ada 293 anggota yang didaftarkan untuk
dibuatkan KTA dan yang dibuatkan 261, dari UPTD Terminal menyatakan bahwa
pembinaan komunitas ditangan UPTD terminal, dan untuk musrenbang dari
Dishubkominfo, KTA yang diakomodasi adalah data asongan yang lama.
Dari pertemuan ini disepakati
yang pertama harus ada pengakuan identitas asongan, dan perlu komitmen politik
(perda) sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan, jangka menengah peretemuan
ini akan disampaikan ke walikota dan jangka pendeknya akan ada pertemuan
lanjutan antara Pasker, sompis dan Keala Dishubkominfo dengan kejelasan
diperbolehkannya pedagang asongan bisa berjualan di terminal baru terminal
tirtonadi bagian barat karena selama ini baru diperbolehkan berjualan di
terminal Timur yang sepi tentunya akan berdampak pada kesejahteraan mereka
kedepannya menjadi terancam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar